Demi meningkatkan kualitas batik lokalnya, Pemkab Banyuwangi pun
memfasilitasi para pembatik di daerahnya untuk mendapatkan Sertifikasi
Kompetensi.
Dikatakan Bupati Banyuwangi Abdulah Azwar Anas, sertifikasi pembatik yang didapat lewat uji kompetensi profesi batik ini sangatlah penting. Sebab dengan adanya sertifikat tersebut maka keahlian mereka telah mendapatkan pengakuan, tidak hanya di tingkat nasional bahkan internasional.
"Dengan mengikuti uji kompetensi ini pembatik didorong meningkatkan kualitas karya batiknya. Mereka bukan hanya bisa bersaing dengan sesama batik tulis di tanah air, tetapi karyanya juga layak untuk ekspor," jelas Anas kepada wartawan, Selasa (27/3/2018).
Proses Sertifikasi Kompetensi ini dilakukan oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf RI) bekerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Batik dan Pemkab Banyuwangi. Sebanyak 100 pembatik Banyuwangi telah mengikuti uji kompetensi yang dilaksanakan pada awal Maret 2018 lalu.
Dikatakan Bupati Banyuwangi Abdulah Azwar Anas, sertifikasi pembatik yang didapat lewat uji kompetensi profesi batik ini sangatlah penting. Sebab dengan adanya sertifikat tersebut maka keahlian mereka telah mendapatkan pengakuan, tidak hanya di tingkat nasional bahkan internasional.
"Dengan mengikuti uji kompetensi ini pembatik didorong meningkatkan kualitas karya batiknya. Mereka bukan hanya bisa bersaing dengan sesama batik tulis di tanah air, tetapi karyanya juga layak untuk ekspor," jelas Anas kepada wartawan, Selasa (27/3/2018).
Proses Sertifikasi Kompetensi ini dilakukan oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf RI) bekerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Batik dan Pemkab Banyuwangi. Sebanyak 100 pembatik Banyuwangi telah mengikuti uji kompetensi yang dilaksanakan pada awal Maret 2018 lalu.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Ketut Kencana mengatakan
pihaknya bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf RI) dan
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Batik menggelar uji kompetensi.
Penilaian kompetensi tersebut mengacu pada Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia (SKKNI) profesi Batik tahun 2013.
Dihubungi secara terpisah, Manajer Sertifikasi LSP Batik, Rodia Syamwil
mengatakan pada uji kompetensi ini, pembatik mengikuti sejumlah tahapan
penilaian, mulai pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja yang dilakukan
dengan praktek langsung dan wawancara. Penilaian dilakukan oleh sepuluh
asesor berpengalaman yang juga merupakan praktisi batik dari berbagai
daerah di Indonesia.
"Kami benar-benar teliti dalam mengeluarkan rekomendasi kompeten atau belum kompeten karena sertifikat ini adalah pengakuan yang dikeluarkan oleh pemerintah," kata Rodia yang juga Kepala Program Studi Pendidikan Vokasi Universitas Negeri Semarang ini.
Rodia mengaku mendapatkan pengalaman yang mengesankan saat proses penilaian di Banyuwangi. Menurutnya hampir semua pembatik Banyuwangi memiliki pengetahuan yang luar biasa terhadap jenis-jenis motif batik daerah.
"Disini sangat potensial, karena para pembatik sangat paham dengan karakteristik batik setempat. Setiap saya tanya motif tertentu asal Banyuwangi, mereka menjawabnya dengan cepat dan tepat. Mulai Gajah Uling, Kopi Pecah, Kangkung Setingkes, bahkan juga tahu filosofinya masing-masing. Ini sangat menggembirakan, karena praktek di daerah lain sering ditemukan pembatik yang sangat trampil tapi tidak tahu filosofi motif batik yang mereka kerjakan. Di Banyuwangi beda, mereka juga paham filosofinya," pungkas Rodia.
"Kami benar-benar teliti dalam mengeluarkan rekomendasi kompeten atau belum kompeten karena sertifikat ini adalah pengakuan yang dikeluarkan oleh pemerintah," kata Rodia yang juga Kepala Program Studi Pendidikan Vokasi Universitas Negeri Semarang ini.
Rodia mengaku mendapatkan pengalaman yang mengesankan saat proses penilaian di Banyuwangi. Menurutnya hampir semua pembatik Banyuwangi memiliki pengetahuan yang luar biasa terhadap jenis-jenis motif batik daerah.
"Disini sangat potensial, karena para pembatik sangat paham dengan karakteristik batik setempat. Setiap saya tanya motif tertentu asal Banyuwangi, mereka menjawabnya dengan cepat dan tepat. Mulai Gajah Uling, Kopi Pecah, Kangkung Setingkes, bahkan juga tahu filosofinya masing-masing. Ini sangat menggembirakan, karena praktek di daerah lain sering ditemukan pembatik yang sangat trampil tapi tidak tahu filosofi motif batik yang mereka kerjakan. Di Banyuwangi beda, mereka juga paham filosofinya," pungkas Rodia.
source: detik.com